UKP3, Advokasi dengan Peta. Seperti Apa Itu?

Diskusi verifikasi peta UKP3 dan BRWA (Foto: AMAN Sinjai)
Diskusi verifikasi peta UKP3 dan BRWA (Foto: AMAN Sinjai)

Oleh: Muh Takdir

Unit Kerja Percepatan Pemetaan Partisipatif (UKP3) merupakan unit khusus dalam Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang berada dalam naungan bidang ekonomi sosial budaya (EKOSOB).

“Salah satu manfaat adanya UKP3 adalah untuk melakukan advokasi dalam hal pemetaan. Dalam konflik lahan ini peran UKP3 sangat diperlukan untuk memetakan wilayah adat,” ungkap Jusman atau Jalak, Kordinator UKP3 Sinjai, di Wisma Sanjaya, Sinjai, Kamis (5/1/2017).

Menurutnya, pekerjaan UKP3 ini adalah melakukan pemetaan wilayah adat atau wilayah komunitas.

“UKP3 ini dibentuk untuk melakukan pemetaan wilayah adat atau wilayah komunitas yang ada di daerah, itu merupakan tugas pokok dari UKP3,” ungkap Jusman.

Selain dari pemetaan wilayah adat yang sering disebut dengan pemetaan partisipatif juga ada pemetaan wilayah sosial, dimana pemetaan sosial ini menjelaskan asal usul komunitas adat, sampai dimana batasan-batasan yang akan dipetakan dan penjelasan mengenai pentingnya pemetaan wilayah adat.

UKP3 AMAN Sinjai telah memetakan tiga komunitas adat di Sinjai dan mengkonsolidasikan pemahaman terkait sejarah wilayah dan kondisinya untuk menegaskan hak hak masyarakat adat dan perencaan wilayah ke depannya.

“Dalam pemetaan ini tidak terlepas dari kontrol UKP3 Sulsel, yang ikut membantu proses pemetaan,” tambah Jusman.

Menurut Jusman, selain melakukan pemetaan partisipatif mereka juga memberikan pemahaman sejarah wilayah dan kondisinya, untuk menegaskan hak-hak masyarakat adat dan perencanaan wilayah ke depannya.

Pemetaan partisipatif ini adalah pemetaan dimana melibatkan semua unsur masyarakat yang ada di komunitas adat tersebut.

Pemetaan partisipatif ini mempunyai tujuan untuk menjadikan peta ini sebagai alat perjuangan masyarakat untuk mempertahankan wilayah adatnya supaya tidak ada tumpang tindih klaim lahan antar masyarakat dan pemerintah.

“Tujuan pemetaan partisipatif ini sebagai alat perjuangan untuk mendokumentasikan semua unsur-unsur di dalam wilayah masyarakat adat,” tambah Jusman.

Jusman menambahkan bahwa yang menjadi tantangan UKP3 dan pengurus AMAN Sinjai selama ini adalah masih maraknya konflik-konflik wilayah adat.

Dalam hal ini masyarakat mengakui bahwa lahannya merupakan wilayah adat yang telah dikelola secara turun temurun, namun di lain sisi pemerintah juga mengakui bahwa lahan tersebut masuk dalam kawasan hutan.

Di Sinjai, terdapat tiga komunitas adat yang memiliki persoalan konflik lahan atau tumpang tindih klaim, antara lain komunitas adat Barambang Katute, Karampuang, dan Turungan. *

Penulis: Muh Takdir/Pembebasan Kolektif Kota Sinjai

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top