Turungan baji, terkhusus dalam konteks masyarakat adat. Sedikit perbandingan yang akan saya tuai dalam kesempatan ini, terkait kondisi sosial di pelosok negeri yang masih berjalan dengan baik , jiwa-jiwa sosial masih ada serta gotong-royong tetap terjaga.
Kerjasama yang baik dan juga persatuan masyarakat adat tentunya masih layak di ancungi jempol. Ini merupakan budaya lokal, tradisional dan klasik penuh estetika yang akan selalu di pelihara oleh masyarakat adat di pedalaman.
Kemudian kondisi ekonomisnya, jika dilihat dari pekerjaan masyarakat adat yang pada dasarnya mayoritas petani maka tentu hasil ekonomi tergantung dari hasil pertanian itu sendiri. Namun jika kita lihat tahun ini kondisi pertanian di Turungan Baji bisa dikatakan sedikit menurun. Mungkin akibat cuaca ekstrim yang sesekali melanda.
Sebagai masyarakat adat yang notabenenya adalah petani tentunya sangat akrab dengan tanaman seperti cengkeh, coklat, kopi dan lainnya. Sekaligus sebagai penunjang keberlangsungan hidup bagi masyarakat adat.
Dari beberapa ulasan singkat saya di atas, hal yang paling mendasar bagi mereka adalah persoalan lahan. Lahan yang dikelolah sebagai wadah untuk tanaman produktif. Yang kini masih berstatus sengketa (Ketidakjelasan status). Negara menganggap kawasan hutan, sementara bagi masyarakat adat. Itu adalah lahan yang secara turun-temurun dikelolah sebagai wilayah adat.
Salah satu kunci kemajuan masyarakat adat khususnya di Turungan Baji, saya rasa adalah pemerintah harus memberikan keleluasaan untuk mengolah lahannya yang selama ini mengalami tumpan-tindih.
Kemudian dalam ranah pembangunan, masih dalam tahap perkembangan. Jalanan belum diperbaiki secara merata. Karena hal ini juga sangat penting untuk mempermudah perputaran ekonomi dalam komunita adat.
Selanjutnya pada segi pemandangan, di Turungan Baji ini tidak kalah indah dengan pemandangan yang terdapat di desa lain bahkan di kota sekalipun. dimana suasana alam yang masih sangat hijau, gunung yang indah berjejeran serta sungai yang masih sngat bersih.
Harapan besar dari saya khususnya. Selaku pemudi yanh masih sangat muda untuk menilai, semoga kedepannya ada perhatian penuh dari pemerintah untuk mengakui dan melindungi masyarakat adat. Memberikan konstribusi secara total, baik dalam konsep manusianya maupun pembangunan komunitas.
Apalagi dalam kehidupan pemuda, yang sangat butuh bimbingan dan pembelajaran. Sekalipun akses untuk berpendidikan tinggi sangat sulit, tapi kami sebagai pemuda khususnya di Turungan Baji sangat bersemangat untuk itu.
“Siapa lagi kalau bukan kita kaula muda?”
(Kontributor : Burhan)