AMAN Sinjai —-Hutan memang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia, selain memberikan oksigen juga tempat bertahan hidup berbagai macam satwa. Anggap saja salah satunya madu, yang dihasilkan oleh lebah dari saripati tumbuhan. Madu bukan hanya manis dan penuh vitamin, tetapi madu juga termasuk obat untuk berbagai macam penyakit, seperti luka atau memar dan lainnya.
Itulah alasan masyarakat adat menjaga dan mempertahankan hutannya hingga saat ini. Lewat kearifan lokalnya, menjaga hutan serta berbagai keahliannya dalam merawat lingkungan.
Beberapa pekan lalu masyarakat adat Turungan Baji-Terasa, Kecamatan Sinjai Barat, Sinjai. Jumaedi bersama anaknya Ibrahim, melakukan pengambilan madu di hutan dekat kampung halamannya dengan cara tradisional, tanpa menggunakan tekhnologi canggih. Agar hutannya tetap lestari.
Ada beberapa tahapan dan proses pengambilan madu masyarakat adat Turungan Baji-Terasa, mulai dari menyiapkan bambu kering dengan panjang kurang lebih 2 meter ,daun aren mentah, tali pengikat yang diambil dari hutan.
Kemudiam membelah bambu, lalu disatukan menjadi bulat seperti pipa, dibungkus dengan daun aren mentah agar banyak asapnya dan tidak terlalu menyala, lalu diikat. Ikatan tersebut biasanya ganjil. Setelah itu, siapkan ember sebagai tempat dan baskom untuk sarangnya sebelum diperas, serta jerigen untuk tempat madu yang sudah diperas.
Selanjutnya, Damo (bakar bambu yang sudah dibungkus daun aren muda lalu diikat) tadi dan dekatkan ke sarang lebah sampai seluruh sarang terasapi, asap tersebut akan meluap dan membuat lebah berpindah dari sarangnya.
Setelah lebah pindah, iris sarang lebah, turunkan sarang lebah dari pohon menggunakan tali dengan cara ulur. pisahkan sarang yang berisi anakan (larva) dan sarang yang berisi lebah induk yang masih tersisa. Lalu peras madu dan masukkan ke dalam jerigen.
Sarang lebah yang masih muda biasanya dibawa pulang ke rumah untuk dimakan. Sementara bekas perasan madu biasa juga digunakan untuk pengobatan seperti Kasihian (cacar).
Adapun waktu pengambilan lebah madu yang paling baik, menurut kepercayaan masyarakat adat adalah, antara bulan Oktober – November.
Bagi masyarakat adat, pengambilan madu bukan lah hal biasa, melainkan harus butuh trik tersendiri.
“Butuh keahlian dan keberanian khusus untuk mengambil lebah madu, supaya tidak mengamuk atau merusaknya” Kata Imran Pemuda Adat Turungan Baji-Terasa yang sempat menyaksikan hal tersebut.
Imran menambahkan, “Saat pengambilan madu yang paling pas adalah, ketika cuaca tidak terlalu dingin apalagi hujan juga tidak terlalu panas, karena kalau hujan madunya akan bercampur dengan air. Paparnya, pada Jumat (2/6).
Imran Senja/Burhan