“Saksi Ahli yang tidak Ahli”

Logo_AMANSinjai, 18 Maret 2015. Bahtiar Bin Sabang terdakwa kasus perambahan kawasan Hutan Produksi Terbatas seperti yang dituduhkan pelapor dalam hal ini Dinas Perkebunan dan Kehutanan (DISBUNHUT) Kabupaten Sinjai kembali menjalani sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan Saksi Ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), dipersidangan yang sama juga dihadirkan saksi dari terdakwa sebanyak empat orang.

Saksi yang dihadirkan oleh JPU sebagai ahli adalah (Kasi Perlindungan dan Pengamanan Hasil Hutan DISBUNHUT Kabupaten Sinjai) Syamsuar Rahman, S.Hut, MM, sedangkan saksi terdakwa yang hadir adalah Darmawati (mantan anggota DPR Kabupaten Sinjai Periode 2004-2009), Sahibo, Nurdin dan Bosying.

Syamsuar Rahman, S.Hut, MM dalam keterangannya sebagai saksi ahli mengungkapkan bahwa untuk status kawasan tempat Bahtiar disangkakan merambah merupakan kawasan yang telah dilakukan penataan batas.

“Kawasan tempat Bahtiar disangkakan merambah merupakan kawasan berstatus Hutan Produksi Terbatas yang telah dilakukan tahap penataan batas dan datanya telah diserahkan ke Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VII Makassar” (18/3/2015) ungkapnya.

Pada saat ditanya tentang waktu penunjukan dan penataan batas Saksi ahli mengungkapkan bahwa, penunjukan dilaksanakan padaTtahun 1989 dan tata batas dilaksanakan pada Tahun 1991 kemudian menambahkan kembali bahwa pada Tahun 2009 telah dilkukan kembali penunjukan dengan alasan pembaharuan yang Tahun 1989.

Nursari, SH Salah satu Tim Kuasa Hukum Bahtiar dari Aliasi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Selatan menanggapi Saksi Ahli yang hadirkan oleh JPU bahwa

“Ahli yang dihadirkan oleh JPU tidak bisa memperlihatkan sertifikatnya sebagai ahli, sehingga keterangannya kami dapat diragukan yang pertama Saksi Ahli mengungkapkan bahwa bisa dilakukan penunjukan suatu kawasan lebih dari satu kali sedangkan hal tersebut bertentangan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 32/Kpts-II/2001 Tentang Kriteria dan Standar Pengukuhan Kawasan Hutan, kedua SK Tahun 1991 dijadikan sebagai dasar tata batas sedangkan SK penunjukan Tahun 2009 sehingga menyalahi prosedur pengukuhan suatu kawasan, ketiga Senjata tajam yang dijad mendatangkan barang bukti yang dibawa terdakwa tidak masuk dalam klasifikasi dalam UU P3H sedangkan saksi ahli mengakui bahwa senjata tajam tersebut masuk kalsifikasi sehingga kami meragukannya, ke empat kami telah bersurat ke BPKH Wilayah VII Makassar untuk meminta data namun kami mendapat surat balasan bahwa mereka tidak memiliki data yang kami minta” (18/3/2015) komentarnya.

Nursari menambahkan bahwa dia memaklumi saksi yang   lulusan sarjana Kehutanan yang mau belajar tentang hukum namun yang sangat disayangkan JPU mengahdirkan saksi ahli yang bukan klasifikasinya.

Pelaksanaan sidang yang terlambat dimulai menyebabkan hanya satu saksi dari terdakwa yang dapat dimintai keterangannya yaitu Darmawati sedangkan yang lain akan dimintai keterangannya disidang selanjutnya. Sidang akan dilanjutkan pada Tanggal 25 Maret 2015 mendatang dengan agenda mendengarkan saksi fakta sekaligus saksi ahli dari terdakwa.(Bd)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top