Bahtiar Bin Sabang “Pembacaan Tuntutan JPU akan digelar”

Sinjai- 7 April 2015. Puluhan kali sudah Bahtiar Bin Sabang keluar masuk persidangan di Pengadilan Negeri Sinjai dalam hal kasus yang menimpanya karna dianggap telah menebang atau menyerobot di dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang di klaim oleh pihak Dinas Perkebunan dan Kehutanan (DISBUNHUT) Kabupaten Sinjai.

Sejak Bahtiar ditetapkan menjadi tersangka dia sempat menjalani masa penahanan di Sel Polres Sinjai dan di Rutan Kelas III Sinjai, kurang lebih 3 bulan, baru pada Tanggal 5 Februari 2015 Pengadilan Negeri Sinjai mengeluarkan surat penetapan berdasarkan dari permohonan Istri dan kuasa hukumnya dia dialihkan menjadi tahanan rumah sinjai.

Walaupun sebenarnya pada saat Bahtiar berada di tahanan sel polres Sinjai kuasa hukum Bahtiar sempat menyodorkan surat permohonan penangguhan penahanan dan yang menjadi penjamin adalah keluarga, Pengurus AMAN Sulawesi Selatan dan Pengurus Daerah AMAN Sinjai namun ditolak dan justru pihak polres Sinjai meminta uang sebagai jaminan sebanyak Rp. 2.500.000,00.

Setelah mendapat pengalihan penahanan Bahtiar setiap Minggu harus bolak balik mengikuti persidangan dan harus menempuh perjalanan kurang lebih 45 Km setiap perginya dan begitupun pulangnnya. Pada tanggal 8 April 2015 yang akan datang dia akan menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Persidangan sebelumnya tanggal 1 April 2015 yang lalu tim kuasa hukum Bahtiar sempat menghadirkan Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga sebagai saksi ahli dalam persidangan.

Menurut data yang dihimpun dari Front Gerakan Anti Perampasan Tanah Rakyat (GERTAK) sebenarnya Bahtiar bukanlah orang pertama yang dikasuskan karna dianggap menebang atau menyerobot di dalam kawasan hutan Negara yang pada hal kebunnya sendiri, salah-satu contohnya Najamuddin Bin Solle petani dari Desa Gunung Perak Kecamatan Sinjai barat yang tahan selama 7 bulan pada pada November 2013, namun kurang terespos oleh media.

Hal yang dialami masyarakat di kabupaten Sinjai seperti Bahtiar dan Najamuddin tentang konflik agrarian tidak berbeda jauh dengan kondisi yang dialami oleh masyarakat di seluruh penjuru Indonesia dengan adanya kekuasaan yang mencoba menyingkirkannya dari tanah sumber kehidupannya yang telah dikelola secara turun temurun namun yang parahnya lagi belum ada usaha kongkrit yang dilakukan pemerintah untuk menyelesaikannya permasalahan tersebut dan cenderung dibiarkan berlarut-larut.(Bd)

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top